TERIMA KASIH TUHAN YESUS MEMBERKATI!
Pada hari Minggu, umat wajib berhimpun untuk Perayaan Ekaristi (Ekaristi=Perayaan pujian dan syukur) atau Perayaan Sabda (bdk. KHK 1247-1248) dan Perjamuan Tuhan. Dasar kebiasaan ini pada Tradisi Para Rasul yang berpangkal pada hari menjelang kebangkitan Tuhan sendiri. Juga, kebiasaan atau cara hidup jemaat perdana memberi inspirasi bagi kita, di mana “mereka bertekun dalam pengajaran para rasul, membentuk persekutuan, berkumpul untuk berdoa dan memecahkan roti (Kis 2:42).
Pada Hari Minggu, Gereja (Umat Allah) berkumpul untuk merayakan misteri Paskah yakni mengenangkan; Sengsara, Wafat, Kebangkitan-Kemuliaan Tuhan Yesus. Dalam dan melalui pengenangan ini Gereja mendengarkan Sabda Allah dan berpartisipasi dalam Perjamuan Kudus Tuha/ Ekaristi. Gereja juga bersyukur kepada Allah yang telah “melahirkan kembali mereka ke dalam hidup yang penuh pengharapan ( Bdk. Ptr 1:3; KL 106)
Dasarnya ada pada Kitab Mzm. 1:1-5. Gereja menghendaki agar khazanah Kitab Suci dibuka lebih lebar kepada umat (KL 51), sebab di dalam Kitab Suci Allah sendiri bersabda kepada umatNya dan Kristus mewartakan kabar gembira (Kl. 184). Kitab Suci (KS) adalah Sabda Allah yang tertulis. KS juga merupakan sumber dan dasar iman kita. Dengan membaca Kitab Suci kita mengenal Kristus. Karena itu “jika tidak mengenal Kitab Suci maka sama halnya tidak mengenal Kristus (St. Hieronimus),” dan pengenalan akan Kristus inilah lebih mulia daripada segala sesuatu (Bd. DV 25). Dengan membaca Kitab Suci banyak orang telah memperoleh pengalaman dan kekuatan iman yang mengagumkan, terutama bagi mereka yang tidak hanya membaca, tetapi juga mengamalkannya (Bdk. Yak 1:22). Pada titik ini KS menjadi inspirasi hidup yang mengarah kepada kemuliaan Allah dan keselamatan manusia.
Dasar dari kebiasaan ini ada pada Perintah Yesus sendiri, “Orang harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu” (Luk. 18:1). Kitab Suci menceritakan bahwa Para Rasul mempunyai kebiasaan berdoa pada jam-jam tertentu, baik bersama-sama Bapa Allah (Bdk. Kis 1:9-30). Kepada Jemaat di Efesus (6:18), Rasul Paulus menandaskan agar umat berdoa setiap waktu. Karena didorong oleh teladan serta nasehat-nasehat itu, Gereja dengan setia dan tidak henti-hentinya memanjatkan doa. Gereja juga menegaskan bahwa “Dengan perantaraan Yesus, marilah kita selalu mempersembahkan kurban syukur kepada Allah’ (Ibr 13:15).
Ibadat Harian yang dikembangkan gereja seperti: Ibadat Pagi, Ibadat Siang, Ibadat Sore, Ibadat Penutup; atau paling tidak Doa Pagi dan Doa Malam untuk mengawali dan menutup hari dalam nama Tuhan. Dengan berdoa seperti ini Gereja menguduskan seluruh hari dan seluruh kegiatan manusia (Bdk. P IH 11). Pada titik ini seluruh karya manusia merupakan cocreator, “mencipta bersama Allah” dan Kudusnya adanya, karena Allah dihadirkan dalam setiap usaha dan kary manusia.
Keluarga beriman adalah “Eclesia Domestica”, Gereja Rumah Tangga. Gereja akan sungguh terwujud dalam keluarga/rumah tangga jika para anggota keluarga berhimpun dalam nama Tuhan. Injil Mateus menyeruhkan, “Di mana dua atau tiga orang berkumpul atas namaKu, Aku hadir di tengah-tengah mereka” (Mat 18.20). Ini moment puncak dalam kehidupan berumahtangga, saat “kebersamaan kudus” diciptakan. Karena ketika saat itu diciptakaan kita sedang dalam suatu moment, keadaan kudus di hadapan Allah. Tidak ada sedikit pun peluang untuk dosa.
Doa bersama ini dapat dilakukan dalam dua bentuk; pertama, Semua anggota keluarga berkumpul di suatu tempat pada saat yang sama untuk berdoa bersama. Kedua, semua anggota keluarga berdoa pada jam yang sama. Apabila anggota keluarga tidak mungkin berkumpul (ada anggota keluarga berada di tempat yang jauh), keluarga dapat menetapkan jam tertentu untuk berdoa, sehingga kendati berjauhan tempat, mereka merasa adanya kebersamaan dalam doa. (Jauh di mata dekat di hati. Mereka semua diikat oleh dan dalam doa).
Doa pribadi berdasar pada ajakan Yesus sendiri (Bdk Mat. 6:6) “Jika engkau berdoa masuklah dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah ada Bapamu yang kepada di tempat yang tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” Kata “engkau” menunjuk pada perintah secara pribadi, kepada orang tertentu. Siapa itu? Adalah anda pada saat mendengar Firman ini.
Doa Pribadi adalah pasangan sayap yang lain dari Doa Bersama. Umat beriman sangat dianjurkan agar selalu berkanjang dalam doa, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasul Paulus (bdk. 1Tes 5:17-18) “Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Yesus Kristus.”
Dalam Gereja Katolik dikenal juga doa-doa pada hari tertentu dengan memberi penghormatan khusus, seperti Hari Senin untuk Roh Kudus atau doa kepada Roh Kudus. Hari Selasa, kepada Malaekat, Hari Rabu, kepada St. Yoseph, Hari Kamis, Secra khusus Adorasi Sakramen Ekaristi (Sakramen Maha Kudus), Hari Jumat, secara khusus menghormati Hati Yesus, Hari Sabtu, Penghormatan untuk Bunda Maria (Hati Tersuci Maria) dan Hari Minggu, penyembahan dan pujian kepada Allah Trituggal Maha Kudus.
Dasar biblis untuk kebiasaan ini pada IKor 12:12-31. Kita adalah Tubuh Kristus. Setiap anggota mempunyai tugas dan peran yang khas, yang tidak tergantikan. Maka setiap anggota harus sungguh terlibat dalam semua segi kehidupan Gereja (Persekutuan/ Komunio, Peribadatan/Litrugi, Pewartaan/Kerygma dan Pelayanan/Diakonia) baik dalam lingkup kelompok basis, lingkungan, stasi maupun paroki dan keuskupan. Seluruh umat terikat dengan kewajiban membantu memenuhi kebutuhan Gereja (KHK 222).
Dasar biblisnya, Kotbah di Bukit ( Mat 5:13-16). Dalam kotbah di Bukit, Tuhan Yesus menegaskan bahwa kita adalah garam dan terang dunia. Maka setiap orang beriman dituntut sungguh-sungguh melibatkan diri dalam masyarakat dan lewat keterlibatan ini mengamalkan amanat Yesus menggarami dan menerangi dunia. Ajaran Gereja mengajarkan, “Mereka hendaklah sungguh terlibat dalam kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasanmasyarakat, terutama yang miskin dan terlantar (GS 1).
Puasa adalah ungkapan tobat, dan sekaligus merupakan bentuk doa yang hangat. Dalam tradisi Gereja, puasa merupakan ibadat yang penting, yang dilaksanakan umat sebagai persiapan untuk per ayaan-perayaan besar, khususnya Paskah. Dalam tradisi Gereja, para katekumen berpuasa sebelum dibaptis. Mendampingi mereka, seluruh umat beriman juga berpuasa. Masa Puasa yang secara resmi ditetapkan Gereja adalah Prapaskah. Tetapi, selama Masa Prapaskah itu hari puasa resmi hanya dua, yakni Rabu Abu dan Jumat Agung. Puasa Paskah harus dipandang kudus dan dilaksanakan di mana-mana pada hari Jumat Agung. Bila mungkin, puasa ini hendaklah diperpanjang sampai hari Sabtu Suci (lihat KL 110). Namun Gereja sangat menghargai warganya yang berpuasa penuh selama 40 hari menjelang Paskah meneladan cara berpuasa Musa, Elia dan terutama Yesus. Di samping itu, secara pribadi, umat kristen disarankan untuk berpuasa pada hari-hari yang dipilihnya sendiri, sebagai ungkapan tobat dan laku tapa. Puasa ini juga bermanfaat untuk membangun semangat pengendalian diri dan menumbuhkan semangat setiakawan dengan sesama yang berkekurangan.
Di samping berpuasa, Gereja juga mempunyai kebiasaan berpantang. Pantang dilakukan setiap Jumat sepanjang tahun, kecuali jika hari Jumat itu bertepatan dengan hari raya gerejawi (lihat KHK 1251). Pada harihari puasa dan pantang umat kristen meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian untuk berdoa, beribadat, melaksanakan olah tobat dan karya amal (lihat KHK 1249). Kecuali itu Gerejajuga menetapkan pantang selama satu jam sebelum kita menyambut Sakramen Mahakudus.
Dewasa ini, manusia semakin sibuk. Untuk mengimbangi kesibukan yang lebih bersifat lahiriah dan badani ini, kita perlu meningkatkan olah batin: mengadakan renungan, mawas diri. Dalam Gereja, pemeriksaan batin ini sering dikaitkan dengan pertobatan karena lewat pemeriksaan batin ini kita dibantu untuk jujur di hadapan Allah: menyadari dan mengakui kekurangan yang tak dapat kita tutupi. Sebab kalau kita berkata bahwa kita tidak berdosa, kita menipu diri, dan kebenaran tidak ada di dalam kita (lihat 1Yoh 1:8).
Pemeriksaan batin dapat membantu kita makin sadar akan kebaikan Allah dan membangkitkan penyesalan yang tulus atas dosa (lihat PUTL 26). Pemeriksaan batin sebaiknya diadakan setiap hari menjelang tidur, atau pada saat-saat khusus: rekoleksi, retret, Perayaan Ekaristi dan lain-lain.
Inti hidup kristen adalah bertobat: meninggalkan dosa dan kegelapan, lalu hidup sebagai anak-anak terang (lihat Ef 5:8). Orang yang bertobat adalah orang yang dengan tulus menyadari kelemahan dan kedosaannya, dan dengan rindu mendambakan perdamaian kembali dengan Allah dan dengan sesama warga, seperti anak hilang yang kembali kepada bapanya yang penuh kasih (lihat Luk 15:11-32). Yesus sendiri bersabda, "Akan ada suka-cita besar di surga karena satu orang berdosa yang bertobat" (Luk 15:7). Tobat berpuncak pada pengakuan dan pengampunan. Inilah yang disebut rekonsiliasi atau perdamaian kembali. Perdamaian ini merupakan peristiwa suka-cita yang membawa penyegaran dan hidup baru, karena dengan itu Allah sendiri mendamaikan orang berdosa dengan diri-Nya (lihat 2Kor 5:18).
Mengaku dosa di hadapan imam merupakan perwujudan dari tobat. Dengan mengaku dosa, orang berdosa kembali menjalin ikatan yang baik dengan Allah dan sesama warga Gereja.
Sehubungan dengan pengakuan dosa ini, Gereja juga mempunyai kebiasaan Ibadat Tobat Jemaat, yang dimaksudkan untuk membangun dan mengembangkan sikap tobat dalam diri umat.