TERIMA KASIH TUHAN YESUS MEMBERKATI!
Stasi Keak merupakan stasi terbesar dalam jumlah umatnya di wilayah paroki Banggai. Stasi ini memiliki banyak guru dan juga orang-orang yang terpelajar dan yang mendapat pendidikan dari SMP Maris Stella Sambiut. Pendidikan dang pengalaman masa lalu bersama dengan pastor-pastor dahulu menjadi modal dalam pengembangan hidup mengumat di stasi ini. Stasi ini sangat potensial baik dari segi pengembangan iman umat, juga dalam segi pertambahan jumlah umat di stasi sendiri. Hal ini dapat dilihat pada setiap pemberkatan anak-anak dalam perayaan ekaristi.
Sebagaimana stasi-stasi lain dalam wilayah pelayanan paroki Raja Damai Banggai, pelayanan selalu diusahakan di stasi ini. Bahkan diusahakan sebulan sekali dikunjungi. Stasi ini biasanya mendapat kunjungan bersamaan dengan pelayanan bagi stasi-stasi yang ada di pulau Bokan.
Pada awal berdirinya paroki Raja Damai Banggai, stasi ini telah merencanakan pembangunan gereja baru. Adapaun beberapa pertimbangan, antara lain gereja lama tidak memadai untuk menampung umat pada setiap ibadat dan perayaan ekaristi, gereja lama mengalami kerusakan pada saat gempa Mei 2000. Sehingga, pastor Yovinus Rahail MSC telah mengadakan peletakan batu pertama pembangunan gereja baru. Gereja baru yang dibangun dibuat lebih besar daripada sebelumnya agar dapat menampung umat yang datang beribadat. Syukur kepada Allah, pada 16 Oktober 2004 gereja dengan nama pelindung Bunda Rahmat Ilahi dapat diberkati oleh Mgr Josep Suwatan MSC (bersamaan dengan penerimaan sakramen krisma untuk stasi-stasi pulau Bokan) dan dapat dipakai oleh umat beribadat sampai saat ini.
Sekitar tahun 1927 datanglah seorang Filipin, suku Mindanau dengan perahu berlayar sembilan bersama keluarga, namanya JEROLAN. Dia melakukan selam di laut Bokan untuk mencari mutiara. Ini merupakan kesempatan bagus bagi Jerolan untuk menyebarkan agama Katolik di Bokan Kepulauan. Ia adalah seorang katolik, ramah, sopan dan suka menolong orang dan bergaul dengan orang-orang yang ada di Bokan. Maka tertariklah beberapa keluarga mengikuti Jerolan menjadi katolik, sehingga pada saat itu ia bersama beberapa keluarga yang sudah katolik mendirikan sebuah gereja yang sederhana dengan beratapkan daun rumbia dan dinding bambu yang dibelah di kampung Tongo. Sekitar tahun 1930 datanglah seorang pastor yang bernama pastor Yohanes Hubink MSC dari Belanda. Ia bersama dengan dua orang awam yakni pak Simon Toliu dan pak Hubertus Mokili ke kampung Tongo. Kedatangan pastor selain merayakan ekaristi ia juga melakukan baptisan pertama di kampung Tongo dan menjadi wali baptis saat itu pak Musa Stibis dan istrinya Martha Mbitoli. Pada tahun 1939 terjadi gempa dan umat takut karena rumah-rumah runtuh termasuk gereja shingga mereka meninggalkan kampung Tongo dan pindah ke Keak di kampung Buta Moute yang berarti kampung tua dan sekaligus pak Musa menjadi guru jumat.
Pastor Hubink selalu melakukan kunjungan ke Keak untuk merayakan misa. Namun tahun 1942 pastor Hubink meninggalkan tempat tugasnya karena Jepang menjajah Indonesia. Tahun 1945 setelah Indonesa memproklamirkan kemerdekaannya datanglah 2 orang pastor yaitu Pastor Simon Lengkong MSC (orang Minahasa) dan Pastor Petrus Kramer MSC asal Belanda ke Keak. Kehadiran kedua pastor itu menghidupkan kembali iman mereka. Kedua pastor itu mengutus 2 awam yakni Urbanus Stibis dan Mariano Yukulan ke Tataba, Banggai, Matanga, Bangkurung dan kampung-kampung lainnya termasuk Keak untuk mencari anak-anak untuk sekolah di Sambiut. Anak-anak itu sekolah di Sekolah Rakyat selama 6 tahun.
Uskup Mgr Nikolas Verhuven MSC mengunjungi Sambiut dan sekaligus memberikan sakramen krisma kepada umat di Sambiut termasuk anak-anak itu. Pada saat itu yang menerima juga termasuk bapak Kasimirus Salles (sekaran menjadi prodiakon), bapak Blasius Laode (alm), bapak Marcellinus Toluon (alm), bapak Frans Daito (alm) yang berasal dari Keak. Setelah anak-anak itu selesai sekolah di antara mereka ada yang pulang tetapi ada juga yang melanjutkan sekolahnya di Luwuk. Ketika bapak Frans Daito pulang beliau diangkat oleh bapak Musa Stibis sebagai guru jumat di Keak selama 32 tahun.
Tahun 1975 bapak Frans bersama umat mendirikan gereja yang sederhana dan gereja itu diberkati oleh Mgr Theodorus Moors MSC dan diberi nama Bunda Rahmat Ilahi. Seiring berjalannya waktu umat semakin banyak dan kemudian gereja dibuat lebih besar pada tahun 2000 oleh ketua stasi bapak Antonius Stibis beserta umat. Gereja itu diberkati oleh Mgr Yoseph Suwatan MSC pada tanggal 16 Oktober 2004 yang diberi nama pelindung Gereja Kerahiman Ilahi.
SEJARAH STASI 2021